Penarakyat.co.id – Berawal dari kekecewaan melihat sungai penuh sampah, Sundarianto dan kawan-kawan di Desa Siliragung, Kecamatan Siliragung, Banyuwangi, mendirikan Komunitas Pemuda Etan Gladak Anyar (PEGA) Indonesia.
Kerja keras dan tanggung jawab serta semangat belajar membuat komunitas yang mayoritas digawangi oleh pemuda hebat yang sangat peduli lingkungan tersebut, bisa merasakan jalan sukses dalam pengolahan sampah organik menjadi sebuah usaha yang bernilai ekonomis.
"Tujuan dari didirikan komunitas PEGA untuk kegiatan sosial, khususnya membantu menangani sampah yang sangat memprihatinkan dan menjadi perhatian kami," kata Sundarianto.
Saat itu, lanjut dia, bersama-sama teman Komunitas PEGA, ada yang menyarankan untuk memulai pengolahan sampah organik dengan pemakaian larva lalat tentara hitam (maggot) untuk mengurai sampah organik. Namun harga bibit maggot pada waktu itu (2017.red) tidak murah, berkisar Rp30 ribu per gram.
"Saya tertarik dan mulai belajar otodidak mengenai maggot ini. Bibit lalatnya kita mancing dari alam, karena kita belum mampu membeli," tuturnya.
Seiring berjalannya waktu, ketekunan dan semangat dari Komunitas PEGA menarik sebuah perusahaan tambang emas yang beroperasi disekitar tempat komunitas tersebut didirikan. Iya, perusahaan PT Bumi Suksesindo (PT BSI) membantu dengan menyediakan tempat, kendaraan, dan pelatihan.
"Kami memberikan fasilitas tempat atau kandang untuk produksi maggot," kata Community Empowerment PT BSI, Bahtiar Majid.
BSI juga memberikan kendaraan untuk mengangkut sampah dari rumah-rumah dan warung-warung. Perusahaan memfasilitasi dan memberikan akomodasi pelatihan-pelatihan di sejumlah kawasan, seperti di kota dan kampus.
Selain itu juga, setiap bulan diadakan pertemuan antara PT BSI dan Komunitas PEGA untuk mengurai persoalan dan mencari solusi, termasuk soal kendala produksi seperti kurangnya pakan dan sampah.
"Kami ingin budidaya maggot ini berkembang," kata Bahtiar.
Sementara itu, Direktur PT BSI Riyadi Effendi menambahkan komitmen untuk memastikan kehadiran perusahaan dan kegiatannya bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan seluruh pemangku kepentingan.
"Ini wujud Pasal 33 UU 45 semua kegiatan pertambangan untuk kemaslahatan dan kepentingan masyarakat," katanya.
Melalui program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM), PT BSI berhasil mewujudkan banyak hal. "Kami mengembangkan binaan PT BSI yaitu peternakan maggot untuk pakan ternak berkualitas tinggi, memanfaatkan limbah organik yang ada di PT BSI," kata Riyadi.
Kerja keras Sundarianto dan kawan-kawan tidak hanya menarik PT BSI, pemerintah Norwegia dan lembaga swadaya masyarakat yang memiliki program Clean Ocean Through Clean Communities (CLOCC) juga tertarik oleh kelompok pemuda tersebut.
Pada Februari 2023, Komunitas PEGA menandatangani kontrak perjanjian kerja sama dengan Indonesia Solid Waste Association (INsWA) dan CLOCC. PEGA diangkat menjadi konsultan lokal untuk mendampingi pengolahan sampah di 14 desa dan satu kelurahan di Banyuwangi hingga Februari 2024, antara lain Kebondalem, Tamansari, Genteng Kulon, Genteng Wetan, Glagah, dan Setail.
Komunitas PEGA tak hanya membantu lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi bagi anggotanya. Mereka bahkan diundang untuk melatih pengolahan sampah di Australia. Kolaborasi serta dukungan PT BSI dalam mendukung pengolahan sampah menunjukkan bahwa dengan tekad kuat, sampah dapat diubah menjadi berkah bagi lingkungan dan ekonomi. (*)